23 Oktober 2008

PERGERAKAN RAKYAT

Mereka Lahir Dari Rahim Pergerakan Rakyat

Awal
Ramalan Francis Fukuyama terbukti tak benar. Ketika Tembok Berlin runtuh pada 9 November 1989, Fukuyama, secara agak sembrono, meramalkan bahwa dunia akan memasuki segara memasuki fase “akhir sejarah” [the end of history]: kemenangan kapitalisme [neoliberal] dan demokrasi [liberal]. Apa yang dimaksud dengan “akhir sejarah” oleh Fukuyama bukan berarti dunia kehilangan peristiwa-peristiwa besar dan penting, melainkan bahwa sejarah berjalan secara tunggal, koheren, dan evolusioner. Bagi Fukuyama, masyarakat liberal demokratis yang didasarkan atas kapitalisme pasar-bebas, pada akhirnya akan mampu memenuhi kebutuhan manusia dalam hal stabilitas ekonomi, penghargaan terhadap diri sendiri, dan kehormatan.

Beruntunglah, dunia tak berjalan seperti yang diramalkan oleh Fukuyama…

Gelombang Perlawanan terhadap Globalisasi Neoliberal
Serangan pertama yang mematahkan tesis Fukuyama datang dari hutan raya Lacandona, di Chiapas, negara bagian yang paling tenggara Meksiko. Bukan oleh kaum akademisi dan intelektual, melainkan oleh sekelompok masyarakat adat dan petani bersenjata, yang menutupi mukanya dengan
balaklava, dan yang menamakan diri dan pergerakannya sebagai Tentara Pembebasan Nasional Zapatista atau EZLN [Ejercito Zapatista de Liberacion Nacional] pada 1 Januari 1994. Dipimpin oleh Subcomandante Marcos, gerakan yang ‘hanya’ berintikan 3.000 orang bertopeng hitam, dan kebanyakan berasal dari suku Indian Maya ini, menyerbu pusat kota San Cristobal de la Casas, dan mengumumkan Deklarasi Perangnya sebagai perlawanan terhadap diberlakukannya pakta pasar bebas, yaitu tergabungnya Meksiko di NAFTA. Bagi petani dan masyarakat adat ini, NAFTA adalah lonceng kematian. Meskipun tinggal di sebuah negeri yang kaya sumberdaya alamnya, masyarakat adat Indian dan petani, terus mengalami ketidakadilan dan ketimpangan yang tajam.

Setelah ‘meninggalkan’ fase perjuangan militer, EZLN lalu mengganti pola perjuangannya dengan senjata lain yang tak kalah mematikan: kata-kata. Jadi, kata menggantikan senjata. “Kata adalah senjata”. Sejak saat itulah, Subcomandante Marcos menggebrak dunia politik lewat kata-katanya yang tajam, dan prosa-prosa yang mengagumkan. Tulisan-tulisannya ‘membakar’ dan ‘menghasut’ pembacanya agar memahami cengkeraman dan jeratan neoliberalisme di Meksiko. Tak hanya bernada agitasi dan provokasi, tulisan Marcos juga menggabungkan antara kemahiran sastra tingkat tinggi dengan analisa ekonomi-politik yang tajam.

Salah satu hal yang paling subtansial, yang menantang langsung pendirian Fukuyama, adalah bahwa Zapatista mengangankan visi altermundialista, yaitu dunia lain di luar globalisasi neoliberal. Sebuah dunia yang dipandu atas penghargaan terhadap demokrasi, kebebasan dan keadilan rakyat yang sejati. Bukan demokrasi, kebebasan, dan keadilan rakyat yang berada dalam definisi dan cangkang kekuasaan kapitalisme. Bahkan, lebih lugas, Zapatista menyebut visinya berdasar pada nilai-nilai sosialisme yang telah lama hidup dan tumbuh di kalangan masyarakat Indian Maya.

Setelah gelombang pertama agak surut, ketidakpercayaan terhadap kapitalisme pasar bebas, lahir dari Brazil, negeri para pesepakbola. Disokong oleh Partido Trabahaldores (Partai Buruh Brazil), sejak Oktober 2002, Lula da Silva tampil menjadi Presiden Brazil menggantikan Fernando Cardoso, seorang pakar teori ketergantungan yang lalu ‘murtad’ dan beralih keyakinan pada prinsip-prinsip neoliberal. Lula mulanya adalah juga ketua PT tersebut. PT menjadi sebuah partai besar karena berhasil mengakomodasi gerakan buruh, petani, intelektual kota, dan bahkan kalangan rohaniawan. Tetapi, dukungan terhadap PT yang paling kuat dan radikal datang dari MST [Movimento dos Trabahaldores Rurais Sem Terra] atau Gerakan Pekerja Pedesaan Tak Bertanah. Didirikan pada tahun 1984, MST merupakan organisasi kalangan pekerja dan buruh tani yang paling aktif berjuang untuk reforma agraria, redistribusi tanah dan pertanian rakyat. Gerakan ini, pada dasarnya muncul sebagai hasil dari distribusi tanah yang sangat timpang, yang merupakan warisan dari kolonialisme bangsa Portugis. MST tampil menjadi sebuah gerakan yang kuat dengan partisipasi rakyat yang sedemikian tinggi dan terus meningkat. Ketika partsipasi rakyat makin meninggi, dan tuntutan akan perubahan sosial-politik dalam skala yag luas diperlukan, maka MST mulai menjalin koalisi dengan PT yang kelak mengantarkan Lula da Silva ke kursi kekuasaan. Ringkasnya, kemenangan Lula dan menguatnya kepercayaan politik rakyat Brazil pada MST dan PT, secara bagus dilukiskan oleh Wendi Wolford, sebagai kemenangan gerakan sosial yang sedang “berjuang untuk mewujudkan komunitas yang didambakan” [imagined community].

Tampilnya Lula da Silva sebenarnya didahului oleh naiknya Hugo Chavez, pada pemilu Venezuela tahun 1998. Awalnya, Chavez mencoba melakukan sebuah kudeta yang gagal di tahun 1992. Namun kegagalan itu, meski ia lalu merasakan lantai dingin penjara, membuatnya meraih popularitas dari kalangan kaum miskin di seantero Venezuela. Kudeta itu merupakan kegeraman Chavez dan kawan-kawannya, atas kebijakan-kebijakan neoliberal Presiden Carlos Andres Peres yang menaikkan harga BBM, dan membuat rakyat di negeri yang kaya minyak itu tenggelam dalam kemiskinan absolut, bahkan kematian massal.

Dari balik jeruji penjara, Chavez mendirikan Gerakan Republik Kelima, yang juga merupakan persatuan front dari berbagai gerakan sosial di Venezuela. Setelah berhasil meraih kekuasaan lewat pemilu, Chavez menggeret politik Venezuela ke arah yang lebih kiri dan populistik. Gagasan pembaharuan dan perubahan sosialnya diberi nama Revolusi Bolivarian, dan diorganisir oleh Lingkaran Bolivarian, yang diancangkan sebagai alternatif untuk mengganti kapitalisme pasar bebas. Daripada bergabung dengan FTAA, misalnya, ia malah mendirikan ALBA [Alternatif Bolivarian untuk Rakyat America Latin] yang berdasar pada prinsip-prinsip keadilan rakyat. Tetapi, apa yang paling menentukan adalah upayanya untuk memperkuat posisi perusahaan minyak (PDVSA) milik negara dan meningkatkan daya tawarnya dengan meminta kenaikan royalti yang besar pada sejumlah perusahaan swasta. Tindakan ini, tak ayal, membuat Chavez memiliki kekayaan yang berlimpah dari hasil minyak yang dipakainya untuk membiayai berbagai kebijakan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan gratis bagi penduduk yang paling miskin. Tak hanya itu, sebuah program reforma agraria yang meredistribusi tanah bagi kaum miskin juga dilakukan (sebagaimana Brazil, sebagian besar tanah di Venezuela juga dimiliki oleh segelintir oligarkh). Chavez kini menggembar-gemborkan gagasannya dengan sebutan sosialisme abad 21.

Nama lain yang muncul setelah Chavez adalah Evo Morales, nama lengkapnya Juan vo Morales Ayma, seorang suku Indian pertama yang menduduki kursi kepresidenan di Bolivia. Sebagaimana Chavez dan Lula, Evo Morales juga lahir dari rahim pergerakan rakyat. Partainya, MAS (Gerakan Menuju Sosialisme), merupakan sebuah partai front dan aliansi yang longgar dari berbagai gerakan sosial di Bolivia yang memiliki platform lebar dari penghapusan kebijakan neoliberal; partisipasi politik bangsa-bangsa pribumi yang lebih besar dalam politik nasional; nasionalisasi industri migas; legalisasi penanaman daun koka; serta pembagian yang adil terhadap sumber daya alam nasional. Menariknya, Evo Morales sendiri bukan aktivis kacangan, ia pernah menjadi anggota gerilyawan bersenjata Tupac Katari, yang kelak membuatnya mendekam di penjara selama lima tahun. Setelah pemenjaraan itu, Morales tampil sebagai pembela hak-hak kaum pribumi yang paling kukuh, juga menjadi ‘penyerang’ garis depan dalam menentang kebijakan neoliberal di Bolivia.

Seperi halnya Chavez, usai meraih kursi kekuasaan Evo Morales memotong gajinya dan pejabat publik lainnya, untuk diberikan kepada rakyat. Tak hanya itu, gebrakan besar Morales adalah menasionalisasi ladang gas alamnya. Ia juga menaikkan royalti gas alamnya menjadi lebih dari 50%, yang lantas digunakannya untuk pelbagai kebijakan-kebijakan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan gratis. Selain itu, untuk mempertahankan kehidupan para petani Indian yang menanam koka, ia kembali melegalisasikan penanaman koka yang sebelumnya dilarang oleh AS. Ada dua alasan kenapa pemerintah AS melarang penanaman koka: pertama, sebagai tindakan proteksi bagi perusahaan transnasional AS, Coca Cola, yang juga menggunakan daun koka. Kedua, sebagai upaya penolakan terhadap program USAID yang berencana menggantikan tanaman koka milik petani Indian di pegunungan Andes dengan tanaman kacang macademia dan lada. Hal lain yang membuat Evo Morales juga termasuk dalam klan “Presiden Radikal” adalah usahanya untuk melakukan land reform yang radikal.

Segera setelahnya, beberapa kenaikan Presiden yang berideologi kiri menjadi fenomena umum di sejumlah negara Amerika Latin. Di Chili misalnya, Michel Bachelet seorang presiden dari aliansi partai sosialis dan kiri-tengah, kini berkuasa di negeri yang pernah dipimpin oleh diktator ‘murid’ Soeharto itu: Augusto Pinochet. Di Nikaragua, pemimpin gerilyawan Sandinista yang berhaluan kiri, Daniel Ortega juga tampil di kursi kekuasaan setelah sejak tahun 1990-an terus-menerus mengalami kekalahan oleh kandidat partai pro neoliberal. Nama yang lain adalah Ollanta Humala dari Peru, yang merupakan pemberontak yang melawan rezim neoliberal Peru, Alberto Fujimori. Humala juga merupakan karib dan bersahabat dekat dengan Hugo Chavez.

Jika kita tambahkan dua nama lagi: Fidel Castro dari Kuba dan Mahmoud Ahmadinejad dari Iran, maka tampaklah bahwa tesis akhir-sejarah Fukuyama telah gugur.

Fidel Castro bukan hanya lahir karena pergerakan rakyat, bersama Che Guevara, ia memimpin sebuah revolusi rakyat yang menggulingkan diktator militer Batista. El-Comandante Castro malah sejak dulu tetap mengukuhi sosialisme sebagai jalan hidup di negerinya. Meski mendapat embargo ekonomi dari AS, dan beberapa kali diancam pembunuhan, rakyat Kuba tetap mengagumi dan membelanya. Di tangan Castro, Kuba menjelma menjadi negara yang begitu memperhatikan hak-hak dasar rakyatnya. Di bidang pendidikan, misalnya, angka melek huruf merupakan yang terendah di dunia. Di negeri cerutu itu, segala level pendidikan, termasuk universitas, digratiskan. Tak sebagaimana di negeri ini, dimana pendidikan hanya menjadi sarana mobilisasi vertikal, di Kuba pendidikan bermakna horisontal yakni dengan bertujuan memupuk dan mengembangkan solidaritas antar sesama, penghargaan terhadap alam-lingkungan dan kemandirian. Hal ini diatur oleh sebuah sistem yang membuat para guru-murid-orang tua murid untuk tidak saja senantiasa berkomunikasi secara personal, tetapi juga bertanggung jawab terhadap pendidikan, dan bahkan terhadap segala permasalahan yang muncul di lingkungan sekitarnya. Bahkan hingga hari ini, terdapat sebuah program pendidikan dengan slogan yang cukup menarik “A Nation Becomes University”—dimana negara beserta lembaga pendidikan tinggi beserta para profesor dan sejumlah guru besarnya mengadakan pengajaran pendidikan tinggi via televisi. Jadi jangan heran, kalau kelak orang Kuba berstatus sarjana semua!!. Jangan heran pula, kalau televisi di Kuba mengajarkan sejarah filsafat atau ilmu sosial dengan dipandu oleh seorang profesor!! Di bidang kesehatan, Kuba juga menorehkan prestasi yang cemerlang. Jumlah tenaga dokter di Kuba merupakan yang terbanyak dari negara manapun di dunia. Hingga kini, Kuba menawarkan beasiswa pendidikan kesehatan yang gratis kepada negara-negara miskin. Tak hanya berorientasi pemupukan kekayaan, program pendidikan kesehatan di Kuba juga menekankan pemahaman tentang ilmu-ilmu sosial-humaniora dan misi pelayanan terhadap kemanusiaan.

Sedangkan Presiden Iran, Ahmadinejad juga lahir dari rahim pergerakan rakyat. Ia menjadi pengikut setia Ayatullah Khameini yang berusaha menggulingkan pemerintahan Syah yang kapitalistik dan feodalistik. Dengan berpola hidup yang sangat sederhana, Ahmadinejad tak hanya selalu merupakan oposisi terkemuka terhadap imperialisme Amerika Serikat, tetapi juga melakukan program-program sosial seperti pendidikan gratis dan perumahan untuk rakyat miskin. Dengan nilai-nilai Islam (syi’ah) yang berwatak populistik, Ahmadinejad tampil melawan ketidakadilan yang diciptakan oleh pasar bebas dan empire Amerika Serikat.

Tampaklah kini, tak semua orang di segenap penjuru dunia hidup nyaman di bawah kapitalisme neoliberal!***

Selain menggugurkan tesis Fukuyama, berbagai fenomena di atas, setidaknya menunjukkan beberapa pelajaran: Pertama, para pemimpin ini lahir dari rahim pergerakan rakyat. Mereka tidak lahir dari proses demokrasi liberal yang alami, melainkan merintisnya dari jalur gerakan sosial. Mereka bukan presiden dan pemimpin yang memperoleh popularitasnya karena bantuan sms, polling atau pun karena pandai menyanyi atau sedikit ganteng. Mereka juga bukan presiden yang lahir dari partai penguasa, juga bukan lahir dari pengusaha penetek kekuasaan, bukan pula intelektual yang rajin mengobral teori atau agamawan yang selalu berbicara ihwal moral. Berbekal ideologi populis dan kerakyatan, dan pengetahuan yang baik tentang cengkeraman kapitalisme di negerinya, para Presiden Radikal ini terlebih dahulu adalah orang-orang yang menggeluti penderitaan rakyat di masa mudanya. Lula adalah mantan aktivis buruh pabrik, Morales mantan gerilyawan pejuang masyarakat adat, sedangkan Chavez adalah militer berpangkat rendah yang nasionalistik dan dekat dengan aktivis gerakan sosial. Jadi, proses menjadi pemimpin betul-betul ditempa karena pergerakan dan ‘pergaulannya’ dengan rakyat tertindas.

Kedua, kemenangan para presiden ini pada dasarnya adalah suatu bentuk perlawanan terhadap kapitalisme neoliberal dan demokrasi liberal. Di Amerika Latin, menurut James Petras, neoliberalisme pada dasarnya telah mengalami krisis sistemik yang matang dan mendalam. Ia gagal dalam menjawab janji tentang kemakmuran rakyat, malahan kemiskinan dan ketidakadilan yang semakin terasa. Sementara di sisi lain, para politisi dan kaum oligarkh hidup terasing dari rakyat, dan menikmati privilise yang semakin membuat rakyat muak. Sementara di sisi lain, penggusuran terhadap rakyat miskin, dicabutnya subsidi sosial, dan berbagai kebijakan neoliberal semakin membuat kaum miskin hidup dalam kemelaratan absolut. Hal ini semakin parah karena segregasi sosial yang diciptakan oleh kapitalisme neoliberal berada di sepanjang garis ras. Kemuakan ini mendapatkan saluran politisnya setelah para presiden itu menawarkan suatu visi alternatif yang kongkret atas kapitalisme neoliberal. Dalam beberapa hal, perlawanan terhadap kapitalisme neoliberal ini juga dibahasakan dengan perlawanan terhadap empire Amerika Serikat.

Ketiga, kemenangan para presiden radikal ini, merupakan sokongan dari aliansi dan konvergensi dari beberapa gerakan sosial yang cukup beragam. Mereka mencerminkan apa yang disebut sebagai Alan Touraine sebagai gerakan sosial baru, yaitu konvegensi dari gerakan masyarakat sipil seperti organisasi buruh, petani tak bertanah, gerakan masyarakat adat, gerakan lingkungan, gerakan mahasiswa, intelektual kota, gerakan keagamaan hingga partai politik dari beragam garis ideologi, dari kiri leninis, hingga kiri tengah dan sos-dem. Seperti disebut di atas, apa yang menyatukan gerakan-gerakan ini adalah perlawanan terhadap kapitalisme neoliberal, dan perjuangan untuk “demokrasi politik yang radikal”. Gerakan sosial baru ini dicirikan oleh pluralitas subyek yang kian beragam, dimana perannya tak secara dominan dimainkan oleh gerakan buruh, tetapi juga oleh gerakan-gerakan lain yang berdiri secara otonom, tidak etrsubordinasi oleh gerakan buruh. Gerakan-gerakan ini terus-menerus belajar melakukan aliansi dan kerjasama, berupaya merajut apa yang disebut oleh Laclau dan Mouffe sebagai “chain of equivalence” .[]

[baca selengkapnya]

TRADISI NYEPUH-2


Nyepuh Sebagai Penjemput Ramadan


Upacara Nyepuh diselenggarakan pada pertengahan bulan Sya’ban atau Rewah. Salah satu makna Nyepuh antara lain sebagai ritual penjemput Ramadan. Yakni bulan yang disucikan umat Islam, dimana saat itu kaum muslimin melaksanakan ibadah puasa, dan menahan segala godaan.


Tradisi Nyepuh merupakan upacara lanjutan dari upacara Ngawit yang dilaksanakan sebelumnya di Ciomas pada bulan Shafar. Upacara Nyepuh merupakan upacara tradisional yang memiliki arti mempertua, pendalaman atau penyempurnaan dan berarti juga nyipuh. Artinya adalah menjaga agar nilai-nilai yang baik yang telah ditanamkan para pendahulu tetap konsisten, sejalan dengan awitna (awalnya) sebagaimana maksud upacara Ngawit.


Seperti diungkap sesepuh Karahayuan Pangawitan Ciomas, Ki H Dede, upacara Nyepuh dapat dimaknai ke dalam tiga hal. Pertama, nyipuhkeun nu to ngawitan. Ini bermakna bahwa upacara Nyipuh merupakan pengawal jalan kebaikan yang telah dimulai atau diawali (ngawit) oleh para leluhur dan penyebar Islam di masa lalu. Tradisi yang sudah puluhan tahun digelar di Ciomas ini, lebih jauh adalah sebagai penghormatan terhadap amanah Kiai Haji Penghulu Gusti, karuhun masyarakat Ciomas.Di upacara inilah, anak muda belajar kepada orang yang lebih tua atau sepuh. Terutama agar lebih bijak dalam menghadapi kehidupan.

Kedua, nyepuhkeun panyipuhan urang. Ini berarti mengukur perjalanan kehidupan timbale balik selama ini, yang dikhususkan kepada diri kondisi diri anak terhadap orang tua, kondisi generasi penerus terhadap generasi tua, kondisi kepemimpinan ditingkat bawah dan atas (kepenghuluan). Sehingga diharapkan terjadi dialog timbale balik tentang masalah-masalah yang dihadapi dan mudah-mudahan memperoleh jalan keluarnya. “Ritual ini tercermin dalam prosesi sambung rasa yang dilakukan di makam Eyang Penghulu Gusti,” ujar Ki H Dede.

Ketiga, nyepuhkeun mapag Ramadan. Upacara Nyepuh juga digelar sebagai persiapan diri menghadapi bulan Ramadan. Sebab di bulan yang penuh barokah ini, umat Islam akan melaksanakan ibadah puasa. Sehingga sebelum menjalankan ibadah tersebut, seseorang harus bersih lahir dan batin. Selain itu, bila puasanya berhasil, maka ia akan memperoleh kemenangan pada hari raya Idul Fitri sebagai ganjaran dan kebaikan pada bulan-bulan selanjutnya, serta pengampunan dosa yang dilakukan sebelumnya.


Hakekat Nyipuh


Upacara Nyepuh adalah upacara yang diharap menyadarkan bahwa umat setelah menyatakan diri sebagai muslim, harus terus menerus meningkatkan, memperbaiki, menyempurnakan perilaku hidupnya sejalan dengan tuntutan agama Islam. Oleh karena itu, pengertian Nyepuh juga berarti Nyipuh, yang dalam pelaksanaannya harus senantiasa disertai dengan peningkatan komunikasi dengan Allah SWT, diantaranya melalui zikir, doa, shalawat, minta pengampunan dan beramal sholeh.

Dalam kesehariannya adalah tertib dan taat melaksanakan sholat, zakat dan puasa. Semua itu dalam rangka peningkatan, penghayatan, pemahaman dan pengamalan Islam di manapun. Meski yang dilaksanakan adalah sesuatu yang kecil dan sederhana, namun upacara Nyepuh tetap mengikuti hakekatnya bahwa tidak akan ada yang besar apabila tidak dimulai dari yang kecil.

Tahapan upacara Nyepuh antara lain bebersih (thaharoh), pupujian, tawasulan, sambung rasa (silaturahmi), ngaregepkeun kyai (mendekatkan kiai dengan umat) dan lain-lain. Dalam kegiatan kebersamaan, diwujudkan dengan makan bersama atau ruing mungpulung menyantap tumpeng yang telah diolah secara cermat, baik bahan-bahannya yang halal, cara pengolahannya dengan ikhlas, pengolahannya dipimpin tetua yang sudah menopause (tamat haid), serta senantiasa dalam doa dimulai bismillah dan diakhiri alhamdulillah.

Tiga buah tumpeng yang disajikan, merupakan perlambang apa yang sudah dingawitan (dimulai) yakni Iman, Islam dan Ihsan, harus terpelihara dengan baik. Dalam pada itu, ranginang yang merupakan sajian bersama tumpeng mengandung arti bahwa mudah-mudahan melalui upacara Nyepuh bisa menjadi ragi bagi diri manusia, kehidupan dan penghidupan manusia dan terhadap siar agama Islam.

“Upacara Nyepuh secara keseluruhan adalah untuk mengajak agar umat Islam menjadi umat yang baik, yang senantiasa meningkatkan iman dan taqwanya, serta amal ibadahnya sesuai dengan Alquran dan Alhadist,” tutur Ki H Dede.


Sambung Rasa


Puncak Upacara Nyepuh berlangsung di dalam hutan Keramat. Untuk mencapai hutan ini, warga yang seluruhnya berpakaian putih-putih sebagai tanda menyucikan diri, harus berjalan sejauh tiga kilometer. Lantunan shalawat dan salam terhadap Kanjeng Muhammad SAW mengalun sepanjang jalan masuk ke hutan. Sebelum memulai upacara, seorang warga diutus untuk mengambil air wudlu. Ini sebagai tata cara masuk ke areal pemakaman sekaligus sebagai simbol membersihkan diri dari segala kotoran yang melekat di tubuh.

Air suci dari sumur emas pun diambil oleh kuncen dan keluarganya. Air dari sumur ini dipercaya penduduk mempunyai khasiat yang sama dengan air zamzam di Mekah, Arab Saudi. Bila minum atau mandi dengan air ini, dipercaya dapat membawa keberkahan.

Diiringi lantunan salawat dan doa-doa, barisan masyarakat itu kemudian memasuki lokasi makam Eyang Penghulu Gusti dan keluarganya.

Di depan makam-makam yang dianggap suci ini, mereka pun menyampaikan keluh-kesahnya. Bagi masyarakat Ciomas, pertemuan yang disebut sambugn rasa di depan makam karuhun ini amat penting. Di sinilah saatnya perwakilan warga bertemu dengan pejabat pemerintah dan pemimpin desa. Tak jarang, dialog antara anak dan orang tuanya juga terjadi di depan makam Eyang Penghulu Gusti ini. ER

(pernah dimuat di Tabloid POSMO)

[baca selengkapnya]

TRADISI NYEPUH-1



Menengok Tradisi Nyepuh Warga Ciomas

Tradisi Nyepuh sesungguhnya merupakan puncak dari rangkaian kegiatan ngamumule (melestarikan) adat karuhun (leluhur). Dan upacara Nyepuh sendiri merupakan manifestasi kearifan lokal yang tidak saja harus dilestarikan, tapi juga diangkat dalam lingkup berbangsa dan bernegara. Sebab di dalamnya terdapat banyak nilai dan layak dipahami sebagai keteladanan.


Ciomas adalah nama desa di kaki Gunung Syawal, Panjalu, Ciamis, Jawa Barat. Di desa ini tergambar kehidupan khas masyarakat Tatar Sunda yang sesungguhnya. Dan seperti desa agraris lainnya, penduduk Desa Ciomas juga menggantungkan hidupnya kepada alam. Ketaatan dan kearifan terhadap alam inilah yang kemudian membuat Ciomas menjadi daerah harmonis dan damai.

Kearifan warga Ciomas terhadap alam tak lepas dari keberadaan hutan yang berada persis di tengah-tengah desa. Hutan seluas 35 hektare ini disebut hutan Sukarame dan dianggap keramat oleh warga. Aturan-aturan tidak tertulis dalam adat masyarakat, membuat hutan ini tetap lestari. Kepatuhan terhadap aturan inilah yang membuat hutan keramat ini masih lestari. Bahkan pemerintah sendiri pernah menganugerahi penghargaan Kalpataru bagi masyarakat Ciomas karena kepeduliannya dalam melestarikan hutan.

Kepercayaan warga terhadap hutan keramat terkait dengan keberadaan makam Kiai Haji Eyang Penghulu Gusti, yang terletak di tengah hutan Sukarame. Di sekitar makam ini pulalah upacara Nyepuh setiap tahun digelar. Menurut sesepuh Karahayuan Pangawitan Ciomas, Ki H Dede Sadeli Suryabinangun, Eyang Penghulu Gusti merupakan penyebar agama Islam di Ciomas. Penghulu Gusti pulalah yang meminta warga setempat untuk selalu memperhatikan hutan dan melestarikannya.

Masyarakat di sana dilarang menebang pohon, apalagi merusaknya. Siapa yang melanggar pantangan itu, dipercaya bakal mendapatkan musibah dalam hidupnya. Karena pantangan itulah tak ada seorang pun warga di sana yang berani berbuat macam-macam di hutan ini.


Mulung Pangpung

Tradisi Nyepuh sendiri merupakan upacara puncak dari rangkaian tradisi lain yang berlangsung sehari sebelumnya. Antara lain tradisi mulung pangpung atau pengambilan kayu bakar dan nalekan (menanyai). Dua acara ini merupakan kegiatan dalam rangka memasak tiga nasi tumpeng untuk melengkapi upacara Nyepuh keesokan harinya. Ritual memasak nasi tumpeng ini dilakukan menggunakan kebersamaan atau gotong royong.

Ritual mulung pangpung dan nalekan ini pun sangat sarat makna. Misalnya pada prosesi mulung pangpung, pengambilan kayunya harus dari hutan. Itupun tidak boleh sembarangan. Pangpung (kayu lempung) yang diambil harus kayu yang sudah jatuh dari pohonnya. “Jadi tidak boleh kayu yang masih nempel, apalagi yang masih tumbuh. Di situlah nilai pelestarian lingkungan yang diajarkan leluhur tetap dijalankan,” tutur Ki H Dede Sadeli kepada posmo.

Selain itu, proses mulung pangpung harus didampingi kuncen hutan Sukarame, yakni Ibu Siti Mariyam. Nah, juru kuncilah yang kemudian membuka hutan agar terbuka bagi para pencari kayu yang dilakoni para pemuda desa. Pengambilan kayu ini pun harus setelah mendapatkan izin lebih dahulu dari penguasa hutan. Maka Diiringi lantunan ayat suci Alquran dan sholawat nabi, mereka berdoa di sekitar makam. Tujuannya agar kayu-kayu yang nantinya digunakan untuk memasak dapat membawa keberkahan.

Bila menengok kenyataan saat ini, kita bisa menyaksikan hutan-hutan di seantero nusantara rusak berat karena tebang dan dijarah. Hal itu, menurut Ki H Dede, karena simbolisasi mulung pangpung ini tidak diamalkan dalam kehidupan. Di Ciomas, 35 ha hutan Sukarena hingga kini masih lestari karena kearifan masyarakatnya. Sehingga jangan heran pemerintah pernah memberi penghargaan Kalpataru kepada masyarakat Ciomas.

Nah, bila keperluan kayu bakar dirasa telah mencukupi, para pemuda desa yang mendapat mengambil kayu harus menunjukkan kayu-kayu tersebut pada tetua desa. Sebelum dibawa ke kampung, tetua diwajibkan memeriksa kayu-kayu itu. Bila ada rayap atau sudah rapuh, kayu itu tak boleh dibawa pulang dan harus dikembalikan lagi ke dalam hutan.


Ritual Nalekan

Setelah bahan-bahan untuk memasak tersedia. Tibalah saatnya ritual nalekan dilakukan. Nalekan adalah ritual menanyai tentang segala hal berkait pembuatan nasi tumpeng, mulai dari bahan-bahan untuk memasak, hingga prosesnya. Sesuai aturan adat, bahan-bahan membuat tumpeng harus berasal dari kebaikan dan harus halal. Bila ada yang diperoleh dari jalan tidak halal, maka harus disingkirkan. Selain itu, yang memasak tiga tumpeng ini pun harus dilakukan oleh 17 wanita yang sudah menopause.

Dapur yang akan digunakan untuk memasak makanan pun tak lepas dari pengawasan para tetua. Maklum, sejumlah persyaratan harus dipatuhi. Terutama penggunaan kayu bakar dan air. Dan perlu diperhatikan, air untuk memasak haruslah diambil dari mata air di gunung.

Makna pemeriksaan bahan-bahan makanan sebenarnya sesuai dengan pesan bulan suci Ramadan yang akan segera datang. Di Bulan Suci inilah, umat yang menjalankan ibadah puasa diharapkan dapat menjaga segala tingkah lakunya dari perbuatan kotor. Itu pulalah yang diharapkan dari Upacara Nyepuh. Melalui ritual ini, warga Ciomas disadarkan tentang arti menyucikan diri untuk menjadi manusia sempurna yang fitri.

Di luar dapur, suasana menjelang upacara Nyepuh begitu kentara. Sejak siang hari hingga malam hari, suasana desa begitu meriah. Para orang tua dan pemuda desa berbaur menjadi satu mempersiapkan atribut berupa bendera dan janur kuning dan mengolahnya sedemikian rupa sehingga menjadi hiasan yang cantik dan semarak. Saat membuat hiasan upacara, warga pun disarankan untuk menggunakan lampu tempel. Pelita berbahan minyak tanah ini bermakna sebagai penerang kehidupan warga Ciomas. Maka menjelang tengah malam, barisan obor menerangi sepanjang jalan desa. ER

(pernah dimuat di tabloid POSMO)

[baca selengkapnya]

KEKUATAN KATA-KATA

Kekuatan Kata-kata (DO'A)

Air bersifat sensitif. Ia akan merespons setiap kata yang kita ucapkan. apabila kita mengirimkan Hado yang baik ke pada air dengan mengatakan kata-kata yang baik kepada air dengan mengatakan kata-kata positif, air akan mempersembahkan kristal-kristal yang indah. Do'a juga dapat mengeluarkan energi yang dapat mengubah kualitas air. dengan memberikan do'a ke air, berarti kita mengirimkan Hado ke air, dan kemudia air menggunakan kekuatannya untuk menjawab do'a tersebut.

Perlu keahlia untuk berdo'a hingga dapat merubah kualitas air. Kita dapat mengirimkan Hado yang lebih kuat jika kita mengucapkan do'a dalam bentuk "past tense" (sudah terjadi) dari pada dalam bentuk "future tense"(belum terjadi). Secara gramatikal, kalimat dalam "future tense" kurang mempunyai makna karena peristiwa yang kita harapkan belum terjadi. Namun, dengan mengucapkan do'a dalam bentuk "past tense", pikiran dan hati kita akan lebih kuat. Dibandingkan kalimat "segera sembuh", kalimat "sudah sembuh" akan mengomunikasikan kekuatan kita dengan lebih baik. saat berdo'a, penting bagi kita untuk menyertai do'a dengan keinginan yang kuat agar keinginan kita dapat tercapai (orang yang sakit menjadi sebuh).

Mengucapkan kata-kata (do'a) akan membentuk Hado yang lebih kuat daripada menuliskan kata-kata. Do'a yang biasa digunakan oleh suatu agama, memiliki Hado yang kuat. Jika kita menjalani agama dengan baik dan berdo'a tanpa ada keraguan, kita akan diberkahi dengan kakuatan yang sangat dasyat. Di Jepang do'a seorang pemuka agama mampu merubah kualitas air danau/bendungan menjadi lebih baik. Sebelum dido'akan air danau tidak menbentuk kristal dan setelah dido'akan air danau membentuk kristal yang sangat indah. Mungkin sulit bagi kita, orang biasa, untuk membaca do'a dengan "ruh kata" seperti halnya pemuka agama tersebut. Karena kita tidak punya keahlian khusus tersebut maka ketika kita melakukannya pikiran kita akan terganggu oleh hal-hal lain(tidak khusyuk). Oleh karena itu, bicaralah ke pada air. Jika Anda menginginkan sesuatu, katakanlah dengan empati dan dalam bnetuk "past tense", sambil membayangkan tentang keinginan yang ingin Anda raih tersebut, karena bayangan/harapan tersebut merupakan salah satu bentuk informasi positif. Namun terkadang kita tidak mempunyai banyak waktu untuk berdo'a secara terus-menerus. karena itu Anda dapat menuliskan harapan Anda di atas selembar kertas dan menempelkannya pada sebotol air, dengan posisi tulisan menghadap ke air sehimngga air dapat membacanya. selain itu, bicaralah dengan air, lalu kocoklah botol secara berkala untuk mengaktifkan air agar membentuk gelombang sehingga terbentuk AIR HADO.


CINTA DAN TERIMA KASIH

bagaimana jika kita tidak mempunyai harapan? Kata-kata terbaik yang perlu ditunjukkan dan diucapkan ke air adalah "cinta dan terima kasih". Selama ini, hasil kristal yang diperoleh tidak ada yang seindah kristal yang berasal dari air yang diperlihatkan kata "cinta dan terima kasih" dan hasil dari penelitian, kat "cinta dan terima kasih" mampu melindungi air dari efek elektromagnetik.

"cinta" bersifat absolud, sedangakan "teriam kasih" bersifat relatif. Absolud adalah energi aktif, sedangkan relatif merupakan energi pasif.

untuk dapat memberi, kita butuh orang yang menerima. betapun kerasnya Anda untuk memberi cinta, Anda tidak akan berhasil melakukannya tanpa adanya seorang penerima. Ini sudah aturan alam. Matahari adalah pihak yang memberi cahaya, sedangkan bulan adalah pihak yang menerima cahaya. Begitu juga dengan hubungan cinta antara pria dan wanita.

Mengagumkan, kristal air menerangkan kepada kita tentang aturan alam dan konsep kehidupan. Bukan hanya cinta. Bukan hanya terima kasih. akan tetapi, dengan menggabungkan keduanya maka hasil kerja akan lebih terlihat jelas. Mungkin tidak ada informasi yang lebih baik bagi air selain onformasi yang dibawa oleh kedua kata tersebut(cinta dan terima kasih). Rasio komposisi air adalah satu banding dua, untuk oksigen terhadap hidrogen. Mengambil pelajaran dari rasio tersebut, air yang bagus berarti satu bagian untuk cinta dan dua bagian untuk terima kasih.

(dari “The True Power Of Water” by: Masaru Emoto)

[baca selengkapnya]

KEKUATAN KATA-KATA

Manfaatkan Kekuatan Kata-kata

Oleh
Prof Dr Roy Sembel/Sandra Sembel

Kata-kata ada di mana-mana dan kita pun menggunakannya setiap saat.
Ketika kita menulis, kita menggunakan kata-kata. Ketika kita berbicara kita menggunakan kata-kata. Ketika kita membaca, kita juga menggunakan kata-kata. Ketika kita berpikir pun, kita senantiasa menggunakan kata-kata.

Michael J Losier dalam bukunya Law or Attraction mengatakan bahwa kata-kata kita mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk mewujudkan getaran yang dipancarkannya. Jadi, mengapa kita harus menggunakan kata-kata yang tidak kita inginkan? Gunakan saja kata-kata yang mengungkapkan hal-hal yang menjadi harapan kita agar hal-hal tersebut bisa terwujud.
Bagaimana caranya? Simak yang berikut.

Hentikan yang Negatif

Jangan terlambat. Jangan ambil rute itu. Jangan panik. Jangan ragu-ragu menghubungi saya. Dilarang parkir di sini. Dilarang merokok. Dilarang buang sampah sembarangan. Sepertinya kalimat-kalimat ini baik-baik saja. Sepertinya semuanya menunjukkan perhatian kita akan hal-hal positif.
Tetapi, ternyata kata-kata ini bisa mewujudkan hal-hal yang sebaliknya. Ketika kita berkata “Jangan terlambat”, sebenarnya kita memancarkan “energi” kekhawatiran akan keterlembatan tersebut.
Energi yang terpancar inilah yang akan membuat apa yang kita khawatirkan terwujud. Sebagai contoh, perhatikan pengalaman mantan bos pebulis: Ibu Emmy senantiasa menggunakan taksi untuk pergi kekantor. Untuk itu, ia selalu memesan taksi pada pembantunya (ketika itu jasa pesan taksi melalui telepon belum lazim).
Pada suatu waktu, ia mendapat pembantu baru. Seperti biasa, Ibu Emmy memesan kepada pembantunya tersebut: “Mbak, tolong carikan taksi untuk saya. Taksi apa saja asalkan 'jangan' yang kuning, ya. Sekali lagi 'jangan' yang kuning.” Beberapa saat kemudian, sang pembantu datang dengan menaiki taksi berwarna kuning! Ternyata, kata-kata terakhir Ibu Emmy yang senantiasa diulang itulah yang diingat oleh sang pembantu.
Kata-kata ini berhasil terwujud. Kalau saja ibu Emmy mengatakan “Ambil taksi yang biru ya” dan mengulang-ulang kata-kata biru tersebut, dapat dipastikan Ibu Emmy juga akan mendapatkan taksi berwarna biru. Hasil survei juga membuktikan bahwa kata-kata yang kita gunakan memiliki energi untuk menggerakkan kita mewujudkankannya. Jadi, gunakan kata-kata yang memancarkan energi positif, yaitu kata-kata yang mengungkapkan harapan dan keinginan kita.

Ganti Jadi Positif

Di sebuah taman kanak-kanak, para guru diberi pelatihan untuk mengganti kata-kata negatif (hal-hal yang ingin dihindari) dengan ungkapan yang positif yang ingin diwujudkan dalam berkomunikasi dengan anak-anak. Sebab, penelitian mengungkapkan bahwa yang diingat orang adalah kata-kata atau ungkapan yang diberi penekanan dengan perasaan dan perhatian.
Sebagai contoh, perhatikan tabel di bawah yang membandingkan dua ungkapan yang sama dengan kata-kata yang berbeda: yang satu menggunakan ungkapan negatif (yang tidak kita inginkan), yang lain menggunakan ungkapan positif (yang menjadi harapan kita).
Ternyata, dengan cara mengganti kata-kata negatif menjadi positif, para guru berhasil membuat siswa melakukan apa yang mereka inginkan. Jadi, dari ilustrasi ini kita belajar bahwa kata-kata yang kita gunakan (baik negatif ataupun positif), memiliki kekuatan untuk mengundang semesta mewujudkannya.
Jadi, di mana pun kita berkarya dan pekerjaan apa pun yang kita lakukan, pastikan agar kata-kata yang kita gunakan adalah kata-kata atau ungkapan yang mengandung harapan dan keinginan yang hendak kita wujudkan.

Biasakan Berkata Positif

Setelah kita tahu bahwa kata-kata mempunyai kekuatan dahsyat untuk mewujudkan makna yang terkandung di dalamnya, kita bisa mulai memilih kata-kata positif untuk kita gunakan dalam seluruh aspek kehidupan kita: apa yang kita ucapkan, apa yang kita pikirkan, apa yang kita baca, dan apa yang kita amati.
Dalam berkata-kata, daripada mengucapkan “jangan ragu-ragu menghubungi saya jika ada yang ingin Anda tanyakan,” akan lebih baik jika kita mengucapkan “hubungi saya segera jika ada hal yang ingin Anda tanyakan.” Daripada berpikir dengan menggunakan kata-kata “Saya tidak boleh panik dalam menghadapi situasi ini”, lebih baik kita berpikir dengan kata-kata positif, “Saya harus tenang dalam menghadapi situasi ini.
” Daripada membaca buku, artikel, atau majalah yang dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan negatif, lebih baik kita mengambil buku-buku, artikel atau majalah yang banyak menggunakan kata-kata positif. Dari pada menonton sebuah tayangan yang banyak berisi ungkapan negatif, lebih baik kita memilih tayangan yang lebih banyak menggunakan ungkapan positif.
Jadi intinya, di mana pun kita berada, apa pun yang kita pikirkan, ucapkan, dan amati, pastikan kita memilih hal-hal yang menggunakan kata-kata positif. Jika kita dikelilingi kata-kata positif, energi positif yang dipancarkan akan mempercepat kita untuk mewujudkan hal-hal positif yang ingin kita raih.

Pupuk Kebiasaan

Nah, jika kata-kata positif dapat berwujud menjadi hal-hal positif, mengapa tidak kita mulai untuk memupuk kebiasaan menggunakan kata-kata positif. Buatlah daftar kata-kata ”negatif” yang sering kita gunakan, coba cari padanan katanya yang lebih mengungkapkan apa yang ingin kita wujudkan. Masukan kata-kata atau pun ungkapan tersebut dalam kosa kata yang aktif kita gunakan sehari-hari.
Mungkin kita bisa memulai dari satu ungkapan terlebih dulu, untuk kemudian kita tambah lagi setiap hari atau pun setiap minggu, sampai akhirnya kebiasaan tersebut terbentuk. Jika kita sudah memiliki kebiasaan untuk memilih dan menggunakan kata-kata positif, kata-kata tersebut akan mengalir secara otomatis di pikiran, ucapan, bacaan, dan tayangan yang kita pilih. Akhirnya, kita tinggal memetik keuntungan dari kata-kata positif yang kita gunakan tersebut.
Masih adakah kata-kata negatif yang sering Anda gunakan? Ganti kata-kata negatif dengan yang positif, tanamkan kebiasaan menggunakan kata-kata positif. Sukses untuk kita semua.

Dikutip dari Harian Sore Sinar Harapan ( Selasa, 27 November 2007)

[baca selengkapnya]

20 Oktober 2008

KEUNIKAN GUA HAWU CIWIDEY

Keunikan Gua Hawu di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Gua Hawu terletak di kompleks makam Sangadipati Kertamanah. Kawasan ini kerap pula disebut pasarean Cikabuyutan Pasir Jambu. Di tempat inilah lima leluhur tatar Sunda disemayamkan. Pada salah satu bagian di lokasi ini, terdapat Gua Hawu yang sering dijadikan barometer sukses tidaknya masa depan seseorang. Bagaimana ceritanya ?

Menurut banyak sumber, Prabu Siliwangi, Raja Padjadjaran yang termasyhur itu memiliki empat putra. Masing-masing Raden Lara Santang, Raden Walang Sungsang, Raden Gantangan dan Raden Prabu Kunten Buyeng. Putra yang terakhir tadi menurunkan generasi berikutnya antara lain Layang Pakuan, Lapang Jiwa dan Eyang Dalem Sangadipati Kertamanah. Begitu seterusnya tokoh-tokoh ini beranak pinak dan beregenerasi.

Eyang Dalem Sangadipati Kertamanah, menurut silsilahnya, disebut-sebut sebagai Waliyullah Cikabuyutan. Tokoh inilah yang mendapat tugas untuk meng-Islamkan kawasan Bandung Kidul. Markas syiar Islamnya terletak di daerah Pasir Jambu, yang secara turun-temurun disebut sebagai Kabuyutan Pasir Jambu. Tak hanya persoalan spiritual tok yang diajarkan Eyang Dalem, namun juga masalah hidup dan kehidupan.

Eyang Dalem memang bukan tokoh sembarang. Ilmu agamanya tinggi, kesaktiannya pilih tanding. Orang-orang pada masa itu, mensejajarkan ketokohannya sederajat dengan waliyullah (kekasih Allah), seperti halnya walisanga yang amat terkenal. Seperti dituturkan kuncen kompleks makam Sangadipati Kertamanah, Utar Muchtar, bahwa pada jamannya, Eyang Dalem Sangadipati Kertamanah adalah tempat bertanya.

Beliau bukan hanya pejuang syiar Islam di wilayah Bandung Kidul, tapi juga guru dalam bidang bercocok tanam. Bukti soal itu masih bisa dilihat hingga sekarang. Rata-rata warga di kawasan Bandung Kidul, masih banyak yang menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. "Karena itulah masyarakat amat menaruh hormat kepada beliau. Bahkan sampai meninggal dunia, kawasan makamnya dikeramatkan," tutur Utar kepada posmo.

Utar sendiri mengaku tak tahu persis kapan makam keramat ini mulai diurus. Yang pasti, juru kunci (kuncen) makam ini telah berganti 10 generasi secara turun-temurun. Kuncin pertama adalah Mamah Haji Hanafiah, lalu diturunkan kepada Uyut Umar, Ma Hasyim, Uyut Una, Aki Marhayi, Mang Aun, MAng Basuni, Bapak Wikari, Almarhum Ma Onah, dan terakhir Utar Muchtar.

Prediksi Masa Depan

Seperti dituturkan spiritualis tatar Sunda, Ki Mohammad, tokoh-tokoh tatar Sunda pada masa lampau kebanyakan punya pemikiran yang jauh ke masa depan. Dalam kaitan ini, Eyang Dalem Sangadipati Kertamanah adalah seorang yang cerdas. Selain tentunya senang dengan ketenangan. "Terbukti beliau memilih markas syiar Islamnya di sini (cikabuyutan Pasir Jambu -red), kawasan yang sulit ditempuh siapapun," ujarnya.

Memang, secara geografis, Cikabuyutan ini letaknya sangat sulit dijangkau dengan cara memotong. Artinya, tanpa melewati jalan desa, jangan harap bisa mencapai cikabuyutan dengan mudah. Sebab lokasi cikabuyutan diapit dua sungai besar, yang letaknya di dasar lembah dengan ketinggian mencapai 30 meter. Sungai tersebut adalah Cisonari dan sungai Ciwidey, yang alirannya berasal dari Lereng Gunung Sepuh.

Karena letaknya persis di ujung desa, tak heran bila suasana tenang amat terasa tatkala berada di kompleks cikabuyutan. Dari arah lembah, suara air terjun terdengar nyaring, seakan mengajak manusia untuk berkomunikasi dengan alam. Melihat kondisi yang tenang dan sangat alami itulah, maka tempat ini acapkali diburu para peziarah dan orang-orang yang gemar bertapa. Mereka bukan hanya berasal dari tanah Jawa, bahkan dari Kalimantan pun menjambangi tempat ini. Tentu saja dengan beragam tujuan.

Memasuki kawasan cikabuyutan, pengunjung akan disambut pasarean Eyang Geleng Pangancingan. Nama tokoh ini sering diikuti sebutan Jaga Lawang, yang artinya penjaga pintu. Pasarean Eyang Geleng memang kurang mendapat perhatian para peziarah. Namun di lokasi inilah, kata Ki Mohammad, banyak peziarah yang kebetulan bermalam sering mendapat benda-benda keramat seperti batu-batuan, keris dan kujang.

Sekitar 200 meter dari tempat itu, terdapat lagi pasarean Eyang Jaga Satru. Kemudian melalui jalan menurun dan berkelok, peziarah akan berhadapan dengan pasarean Eyang Kumis Bereum. Di lokasi inilah terdapat Gua Hawu, yang konon dapat mengukur kesuksesan hidup seseorang di masa depan. Bila seseorang bisa melewati mulut gua dan keluar dibagian lain dengan lancar, itu artinya kehidupan akan dilalui dengan mulus.

Uniknya, ungkap Ki Mohammad, meski lubang keluar gua itu kecil, siapapun bisa moncor dengan lancar. Bahkan mereka yang bertubuh gendut sekalipun. Itu menandakan kehidupannya akan dijalani dengan mulus. Tapi yang mengherankan, orang bertubuh kurus bisa saja kesulitan keluar dari mulut gua. Itu menandakan adanya hambatan dalam mengarungi hidup. "Inilah kebesaran Allah SWT. Melalui fenomena alam, manusia harus bisa interospeksi diri," terang spiritualis yang berdomisili di Jl. Soreang-Cipatik No. 9, Kmp. Sasak Leuwi Kuray, Padasuka, Soreang.

Selain itu, setelah berdoa dimulut Gua Hawu, sukses tidaknya masa depan seseorang juga bisa diprediksi. Caranya, sebelum melantunkan doa, ukurlah panjang sebilah rotan sama persis dengan ukuran panjang dari lengan kiri ke kanan. Bila setelah berdoa panjang rotan bertambah, maka di kemudian hari rejekinya akan bertambah. Bila panjang rotan itu berkurang, maka rejekinya akan berkurang juga. "Oleh sebab itu segeralah mendekatkan diri kepada Allah dan bekerja lebih keras lagi," beber Ki Mohammad. Wallahu'alam bissawab. ***

[baca selengkapnya]

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP